Kekerasan Fisik Itu Tidak Seru
Menurut salah satu artikel dari Gramedia Blog (https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-kekerasan/?srsltid=AfmBOopRF-LxgkOyLhMyCmMQlH3wTTvIm04X192IRNFt23_ew4xpsEAl) , kekerasan atau dalam bahasa Latin berarti violentia berarti kebengisan, keganasan, aniaya, dan kegarangan atau perilaku yang disengaja atau tidak disengaja dengan tujuan untuk melukai orang lain.
Selain itu, menurut KBBI (https://jagokata.com/arti-kata/kekerasan.html), kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. To be honest, that would be a proper horror film. Semakin menakutkan karena dilansir dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, ada 26.116 kasus di Indonesia tahun 2025 (https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan).
Kekerasan bisa disebabkan oleh pelaku karena hilangnya harga diri, kemiskinan, kurangnya pengendalian emosi, dendam, bahkan karena menjadi tradisi beberapa kalangan dan karena mengonsumsi narkoba. Semua hal tersebut membentuk ketidakstabilan psikis dari dalam pelaku sehingga mereka lampiaskan emosi tersebut ke arah korban.
Korban perilaku kekerasan dapat mengalami perubahan perilaku seperti menjadi lebih pendiam, cepat murung, dan cemas. Bahkan korban-korban bisa mulai menutup diri karena mereka takut bertemu dengan orang lain. Hal ini bisa terjadi karena korban mengalami suatu trauma atau respons fisik dan emosional terhadap suatu pengalaman menakutkan pasca peristiwa. Bisa saja bekas kekerasan secara fisik tersebut sulit dihilangkan.
Beberapa bentuk kekerasan bisa kalian lihat di poster berikut.
Salah satu kasus baru-baru ini berhasil menarik perhatianku dan hari ini kita akan sama-sama membahas kasus tersebut ☝
Aku dapatkan informasi mengenai kasus ini melalui sebuah artikel milik Universitas Muhammadiyah Surabaya (https://www.um-surabaya.ac.id/article/kasus-perundungan-siswa-smpn-di-blitar-saat-mpls-pakar-pendidikan-um-surabaya-cerminan-gagalnya-sistem-pengawasan-sekolah), seorang siswa berinisial WV dikeroyok oleh puluhan siswa lain saat kegiatan MPLS di SMP Negeri 3 Doko, Blitar, Jawa Timur pada hari Jumat (18/7/2025). I mean, it's shocking how little children are the one who done this cruel behavior.
Kasus ini mendapatkan beberapa komentar oleh pakar pendidikan Universitas Muhammadiyah Surabaya bernama Sri Lestari. Beliau menilai bahwa insiden tersebut merupakan bentuk nyata kegagalan sistem pengawasan sekolah dalam menjamin keamanan peserta didik.
Selain Ibu Sri Lestari, ada seseorang bernama Tari ikut memberikan komentar. Tari berkata bahwa masyarakat tidak boleh menormalisasikan perspektif 'namanya juga anak-anak' dan harus mendampingi tumbuh kembang mereka secara maksimal.
Yeah, the point is we need bold move to advance our education π
Menurutku, hal ini harus diatasi melalui pencegahan sedari dini kepada anak-anak bahkan kepada orang tua karena terkadang... pelaku merupakan korban kekerasan lain, like a sheep killing another sheep with a wolf mask. Bisa dicontoh seperti seseorang merundung orang lain atas dasar iri akibat keluarga mereka harmonis. I know there's someone in this situation. Mereka hanya manusia yang pandai menyembunyikan kekurangan mereka dengan menyakiti orang lain.
Mulai dari dini anak-anak sudah mulai diajarkan cara mengelola perbuatan, perkataan, pikiran, dan perasaan mereka dengan melakukan kegiatan baik. Misal seperti ketika aku marah, aku memilih untuk beristirahat di kamarku sambil mendengarkan musik bernuansa cerah. Tentu dengan tindakan tersebut, aku berhasil menenangkan diriku tanpa perlu melakukan kekerasan entah secara verbal atau non-verbal.
Orang tua harus ikut di edukasi karena mereka adalah lembaga pertama yang menjadi panutan budi pekerti luhur anak-anak. Tanpa disadari, anak-anak mengikuti perilaku orang tua mereka. Sehingga perilaku mereka membentuk pribadi anak-anak di masa depan nanti. Yah, menurutku selaras dengan Differential Association Theory milik Edwin H. Sutherland. Beliau menjelaskan bahwa perilaku menyimpang didasari karena seorang individu berinteraksi terlalu intens dengan individu lainnya.
Pada akhirnya, manusia bukanlah mahluk sempurna. Mereka pasti pernah membuat kesalahan bahkan dalam mendidik anak-anak. Namun manusia pun memiliki akal untuk memperbaiki kesalahan tersebut serta memajukan diri mereka bahkan manusia lain. Anak-anak sepertiku membutuhkan orang tua untuk mendampingiku dan orang tua seperti mereka membutuh anak-anak untuk belajar.
Karena itu, marilah kita sama-sama hentikan kekerasan fisikπ





Stop ada kekerasan di sekitar kita
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete